Batching Plant Diduga Tak Berizin di Kalitidu Berpotensi Rugikan PAD Bojonegoro, Pemkab Dinilai Lamban Bertindak

Bojonegoro, Aliansirakyatnews.com — Dugaan beroperasinya pabrik batching plant tanpa kelengkapan izin di Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, tidak hanya menimbulkan persoalan kepatuhan hukum, tetapi juga disinyalir berdampak pada potensi kerugian keuangan daerah akibat hilangnya penerimaan pajak dan retribusi.
Meski persoalan tersebut telah mencuat ke publik lebih dari satu bulan lalu, hingga kini belum terlihat langkah konkret maupun tindakan tegas dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terhadap aktivitas usaha yang diduga melanggar ketentuan perizinan tersebut.
Pabrik batching plant yang menjadi sorotan diketahui masih beroperasi aktif dan memasok material beton ke berbagai proyek. Namun, berdasarkan hasil konfirmasi dengan dinas teknis terkait, fasilitas tersebut disebut belum mengantongi sejumlah izin pokok, antara lain Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), serta dokumen perizinan lingkungan.
Di lapangan, aktivitas produksi ditandai dengan lalu-lalang kendaraan pengangkut beton, tanpa disertai papan nama perusahaan sebagai identitas resmi usaha, yang semakin memperkuat dugaan belum tertibnya aspek administratif.
Ketiadaan respons cepat dari pemerintah daerah memunculkan keprihatinan di tengah masyarakat. Sejumlah warga dan pelaku usaha lokal menilai kondisi ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan regulasi, serta berpotensi menimbulkan kesan adanya perlakuan tidak setara dalam penindakan hukum.
“Ketidakjelasan sikap pemerintah daerah berpotensi merusak iklim investasi dan menurunkan kepercayaan pelaku usaha yang selama ini berupaya patuh terhadap aturan,” ujar seorang pemerhati kebijakan publik asal wilayah pinggiran Kota Bojonegoro yang enggan disebutkan namanya, Jumat (19/12/2025).
Secara regulasi, usaha batching plant termasuk kategori usaha berisiko tinggi yang mensyaratkan kelengkapan izin sebelum operasional dimulai. Mulai dari izin usaha, PBG, SLF, hingga dokumen lingkungan wajib dipenuhi dan diverifikasi.
Operasional tanpa pemenuhan persyaratan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif yang membuka ruang pemberian sanksi, mulai dari penghentian sementara kegiatan, pembekuan, hingga pencabutan izin.
Dalam perspektif hukum administrasi pemerintahan, pembiaran terhadap aktivitas usaha yang telah diketahui tidak patuh regulasi berpotensi menimbulkan konsekuensi lanjutan, baik bagi pelaku usaha maupun bagi aparatur pengawas.
Selain risiko hukum dan operasional, keberadaan usaha tanpa izin juga dinilai menciptakan persaingan usaha tidak sehat, karena memiliki beban biaya yang lebih rendah dibanding pelaku usaha yang taat aturan.
“Kondisi ini juga berimplikasi pada hilangnya potensi pendapatan daerah, baik dari pajak maupun retribusi yang seharusnya masuk ke kas daerah,” imbuhnya.
Situasi tersebut dinilai kontras dengan sikap tegas Pemerintah Kabupaten Bojonegoro pada Juni 2025 lalu, saat Wakil Bupati Nurul Azizah melakukan inspeksi mendadak ke PT Sata Tec Indonesia, pabrik pengolahan tembakau di Desa Sukowati, Kecamatan Kapas, yang kala itu belum mengantongi izin operasional lengkap. Aktivitas pabrik langsung dihentikan sementara hingga seluruh proses perizinan dipenuhi.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi telah berupaya meminta konfirmasi kepada Wakil Bupati Bojonegoro, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Satuan Polisi Pamong Praja, serta Dinas Lingkungan Hidup. Namun, belum ada keterangan resmi maupun tanggapan yang diberikan.
Publik kini menanti langkah nyata pemerintah daerah untuk memastikan penegakan Peraturan Daerah dilakukan secara konsisten, adil, dan tanpa tebang pilih.
“Ketegasan yang proporsional penting bukan hanya untuk menertibkan satu usaha, tetapi juga untuk menjaga wibawa hukum, melindungi kepentingan masyarakat, serta memastikan Bojonegoro tetap menjadi daerah yang ramah investasi namun taat regulasi,” pungkasnya.(Tem/red)