Dikenakan Retribusi 6 Ribu Perhari, 600 Pengemudi Becak di Terminal Bakalan Krapyak Kudus Mengeluh
aliansirakyatnews.com Kudus – Menyusul di berlakukannya sistem operasi dan sistem penetapan tarif mengunakan sistem Tiketing dalam melayani para peziarah Sunan Kudus oleh Dinas perhubungan (DisHub) kabupaten Kudus, kini mulai menimbulkan keluhan bagi para Pengemudi becak yang melayani angkutan untuk para peziarah di TBK.
Pasalnya mereka mengeluh akan menurunnya pendapatan mereka. Pasalnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Kudus bermaksud menerapkan tarif bagi semua model angkutan (moda) wisata yang melayani para peziarah dari Terminal Bakalan Krapyak (TBK) ke Masjid Menara Kudus. Diharapkan dengan berlakunya aturan sekaligus penyeragaman tarif itu, untuk memberikan kenyamanan bagi para peziarah, sehingga bisa mengetahui berapa besar biaya tranportasi yang dibayar, sesuai moda angkutan wisata yang dipilihnya.
Angkutan wisata jenis becak, kini disentralkan di TBK, termasuk becak yang semula beroperasi di Masjid Menara. Di TBK sudah disediakan pangkalan becak tempat antri menunggu para peziarah.
Menurut Alfan Koordinator Terminal Bakalan Krapyak dari Dishub Kudus mengatakan, “Dengan digunakannya Sistem Tiketing untuk angkutan wisata becak sebesar Rp 15.000,- per dua orang, angkudes/odong-odong Rp 5000 per orang dan ojek Rp 8000 per orang. Tarif itu berlaku untuk sekali jalan, dari TBK ke Masjid Menara Kudus sejak 1 november lalu, dengan maksud agar tidak terjadi lagi permainan Tarif, yang istilah kita disebut nengkik yang dilakukan oleh para penyedia jasa transportasi bagi para Peziarah yang selama ini terjadi.
Lebih lanjut Alfan menambahkan, “Sistem yang selama ini berjalan kami tertibkan dengan sekarang kami atur, untuk siang hari hanya becak, dokar dan mobil kereta odong-odong yang mengangkut Peziarah menuju Masjid Menara Kudus. Dan kembalinya dari Berziarah menuju kembali ke Terminal ini hanya angkutan kota yang boleh mengangkut para Peziarah. Angkutan becak yang semula ada di dua tempat yaitu di Tempat Parkir Masjid dan Terminal ini, sekarang kami satukan menjadi disini bersama dengan dokar dan kereta odong-odong. Sementara mengingat banyaknya Angkot kami menerapkan waktu operasional secara bergilir satu hari operasional dan satu hari melayani trayek mereka agar para penumpang ditrayek semula yaitu Kudus – Karang malang pun masih dapat dilayani. sistem bergilirnya operasional mereka kami tentukan dengan sistem nomor ganjil genap menurut nomor punggung Angkota tersebut. Sementara ojek motor hanya boleh beroperasi malam dan hari libur saja” Pungkasnya.
Sementara saat aliansirakyatnews.com menemui para Pengemudi Becak wisata di TBK tersebut, ternyata para pengemudi becak mengeluhkan sistem tersebut.
Tomo seorang pengemudi becak asal Desa Pasuruhanlor Kecamatan Jati mengatakan, “Dengan diberlakukanya sistem tersebut, membuat pendapatan kami semakin menurun. Bagaimana tidak, dengan sistem antrean becak sebanyak ini saya setiap hari hanya mendapat giliran mengangkut penumpang rata-rata hanya dua kali sehari. Pada hari ramaipun paling hanya tiga sampai empat kali narik. Dengan tarif Rp 15.000 sekali narik saya sehari hanya membawa pulang penghasilan Rp 30.000 sampai Rp 60.000 saja.
Hal Senada apa juga disampaikan Indro, “berbeda dengan dulu kami mengangkut Peziarah tarif dihitung dengan cara seorang Rp 10.000 bukan dua orang Rp 15.000 seperti sekarang. Ditambah lagi kami harus membayar uang retribusi sebesar Rp 5000 dan uang pintu Rp 1000 setiap harinya. Baru dua minggu diberlakukanya aturan ini saja penghasilan kami sudah tidak cukup untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Malah sudah ada diantara kami yang menjual Hp untuk menutup kebutuhan. Malah yang paling parah ada Kartu anggota yang ditawarkan untuk di jual, dan lebih parahnya tidak ada yang berminat karena mendengar pandapatan kami yang jauh sebelum aturan ini di berlakukan.
Reporter : Kasrum
Editor : Red