Hoak dan Hate Speech, Ini Paparan AKBP Irwansyah Saat di Sespimmen Lemdiklat Polri
Jakarta – Kanit III Unit II Dittipidsiber Bareskim Mabes Polri AKBP Irwansyah SIK. MH, menuturkan orang yang menebarkan informasi palsu atau hoax dan hate speech di media sosial akan dikenakan hukum positif. Rabu (7/8/19) saat paparan di Sespimmen Lemdiklat Polri.
Hukum positif untuk hoak yang dimaksud adalah hukum yang berlaku. Maka, penebar hoax akan dikenakan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
Sedangkan hukum positif untuk Hate Speech, penebarnya akan dikenakan KUHP Pasal 310, Pasal 311 dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Serta Undang-Undang Serta Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),
“Hoak juga sering digunakan untuk merusak reputasi baik seseorang (defamation) dan sedangkan Hate Speech yaitu tindakan provokatif yang menyebabkan terjadinya konflik,” Tutur AKPB Irwansyah yang berpangkat Melati dua tersebut.
AKBP Irwansyah juga menambahkan tujuan penyebarluasan hoax ialah mengajak publik untuk memercayai sesuatu yang salah sebagai suatu kebenaran.
“Berita bohong yang disebarluaskan dengan sengaja bertujuan untuk membohongi atau menghianati publik, dampaknya ialah memicu perpecahan, mengakibatkan fakta tidak lagi dipercaya dan menguntungkan pihak tertentu,” Imbuhnya.
Selain itu, AKBP Irwansyah juga menuturkan keistimewaan media sosial. Yakni accessibility atau media sosial lebih murah, lebih mudah diakses oleh penggunanya dan juga lebih mudah digunakan.
“Akses yang tidak terbatas pada semua konten yang tersedia didalamnya, siapa saja dapat mengakses konten tersebut darimana saja hingga siapa saja, ” tuturnya.
Dalam paparan penutup AKBP Irwansyah juga menyampaikan masyarakat atau netizen tidak banyak yang memahami hak dan tanggung jawab serta aspek hukum didalam peraturan maupun perundangan yang memuat ancaman hukum terhadap perilaku tidak sopan, merugikan dan memunculkan perlukaan.
“Tidak banyak netizen atau masyarakat yang mengetahui atau memahami bahwa terdapat aturan dan norma dalam berinteraksi secara online dalam digital landscape, hingga berdampak ancaman hukum terhadap pelaku, ” Tukas AKBP Irwansyah SIK. MH. (Ar)