Thursday, 25-04-2024 12:10:11 am

Breaking News

Lorong Pasar Brayung Terendam Banjir, Pedagang Enggan Berjualan
Home / / Detail berita

OPINI : Antara Kebenaran Dan HOAX

AliansiRakyatNews -
(1332 Views) Kamis, 26 Oktober 2017 - 11:25



OPINI : AGUS KUPRIT

aliansirakyatnews.com, BOJONEGORO – Sejak arus media sosial menerjang dengan kencang istilah hoax menjadi kian popular di telinga masyarakat Indonesia. Konon, istilah hoax hadir ke permukaan sejak rilisnya film The Hoax tahun 2006 berkisah tentang seorang penulis yang membuat dan menjual buku palsu otobiografi orang terkenal.

Namun, orang terkenal tersebut tidak pernah merasa ditemui apalagi diwawancarai oleh sang penulis. Kemudian, kepopularan hoax ternyata tidak sejalan dengan pengetahuan yang mendalam.



Dalam media sosial hadir bermacam-macam informasi yang mudah diakses. Menurut survey banyak orang menghabiskan waktunya delapan jam sehari hingga lebih untuk memakai media sosial.

Kecenderungan masyarakat Indonesia yang senang memakai media sosial dan membagikan berbagai content pemberitaan tanpa melakukan filterisasi membuat hoax bergulir dengan sangat cepat.

Lama-kelamaan informasi palsu tersebut menjadi seakan-akan nyata. Persis seperti yang dilakukan oleh Goebbels, Menteri Propaganda Nazi yang menyebarluaskan berita bohong secara terus-menerus hingga kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran.

Hoax diciptakan dengan tujuan yang bermacam-macam misalnya untuk mendongkrak kepopularan, alat politik hingga mendoktrin para pembaca. Parahnya, hoax telah berdampak menciptakan konflik.

Puncaknya adalah tumpahnya perpecahan yang terjadi antar masyarakat dan antar golongan yang tentunya mengancam persatuan bangsa. Di Indonesia, perang hoax sempat terjadi saat Pilpres 2014 untuk saling menjatuhkan kandidat calon presiden dan hingga sekarang semakin gencar tersebar berbagai hoax misalnya yang terbaru kasus sindikat Saracen.

Informasi yang simpang siur hingga yang jatuhnya fitnah sangat mudah diterima oleh masyarakat tanpa melalui proses check (memeriksa), re-check (memeriksa lagi) dan cross-check (memeriksa kembali). Tiga tahapan diatas seolah menjadi pedoman yang harus dipegang oleh pembaca yang cerdas.

Celakanya kecendurungan malas untuk check, re-check dan cross-check menjadi permasalahan baru di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Rasa malas tersebut menjangkit berbagai kalangan termasuk mahasiswa yang turut terombang-ambing dalam arus informasi hoax tanpa bisa membedakan antara berita bohong dan benar.

Padahal ciri pemberitaan hoax bisa dilihat dengan tidak adanya sumber yang jelas. Selain itu, hoax menjadi dilema kebebasan berpendapat di media sosial.

Sebagian orang tidak bisa membedakan mana satir dan mana hoax. Hadirnya UU ITE menjadi landasan sebagian orang tersebut memukul rata bahwa ungkapan satir di media sosial dianggap sebagai hoax. Kemudian, perdebatan yang terjadipun seputar wanti-wanti hoax tanpa memandang esensi dari ungkapan tersebut.

Upaya pemerintah dengan membuat UU ITE dan Badan Cyber Nasional untuk mengantisipasi pemberitaan hoax atau upaya segelintir masyarakat yang peduli dengan membuat gerakan anti-hoax dirasa tidak cukup untuk memberantas hoax.

Apalagi bila per-individu masih acuh tentang bahaya hoax maka butuh pemberantasan dari akar terutama terhadap masyarakat awam. Sebab kasus yang terjadi sekarang adalah korban hoax pun bisa menjadi pelaku.

Hoax telah mengancam generasi penerus bangsa. Pemakai media sosial yang notabene kanak-kanak tanpa sadar hoax turut telah menjadi konsumsi mereka dan berpotensi besar untuk ditiru.

Berangkat dari situlah, butuh gencaran sosialisasi tentang literasi media di dalam masyarakat di setiap daerah. Semua aspek bertanggungjawab untuk memberantas hoax termasuk peran para orang tua dan lembaga-lembaga pendidikan beserta tenaga pendidik.

Arus media sosial merupakan bagian dari zaman yang terus bergerak dan mustahil untuk dibendung. Maka yang harus dilakukan manusia adalah mencerdaskan sesama manusia untuk cerdas dalam bermedia. Dan semoga amarah dan dendam tidak terus-menerus diwarisi kepada anak-cucu kelak.

Editor : Red

0
0%
like
0
0%
love
0
0%
haha
0
0%
wow
0
0%
sad
0
0%
angry

Categorised in: